( Sebagai panggilan shalat )
(
Riwayat : Anas r.a; Abu Dawud; Al Bukhari )
Seiring
dengan berlalunya waktu, para pemeluk agama Islam yang semula sedikit, bukannya
semakin surut jumlahnya. Betapa hebatnya perjuangan yang harus dihadapi untuk
menegakkan syiar agama ini tidak membuatnya musnah. Kebenaran memang tidak
dapat dmusnahkan. Semakin hari semakin bertambah banyak saja orang-orang yang
menjadi penganutnya.
Demikian
pula dengan penduduk dikota Madinah, yang merupakan salah satu pusat penyebaran
agama Islam pada masa-masa awalnya. Sudah sebagian tersebar dari penduduk yang
ada dikota itu sudah menerima Islam sebagai agamanya. Ketika orang-orang Islam
masih sedikit jumlahnya, tidaklah sulit bagi mereka untuk bisa berkumpul bersama-sama
untuk menunaikan sholat berjama`ah. Kini, hal itu tidak mudah lagi mengingat
setiap penduduk tentu mempunyai ragam kesibukan yang tidak sama. Kesibukan yang
tinggi pada setiap orang tentu mempunyai potensi terhadap kealpaan ataupun
kelalaian pada masing-masing orang untuk menunaikan sholat pada waktunya. Dan
tentunya, kalau hal ini dapat terjadi dan kemudian terus-menerus berulang, maka
bisa dipikirkan bagaimana jadinya para pemeluk Islam. Ini adalah satu persoalan
yang cukup berat yang perlu segera dicarikan jalan keluarnya.
Pada
masa itu, memang belum ada cara yang tepat untuk memanggil orang sholat.
Orang-orang biasanya berkumpul dimasjid masing-masing menurut waktu dan
kesempatan yang dimilikinya. Bila sudah banyak terkumpul orang, barulah sholat
jama`ah dimulai.
Atas
timbulnya dinamika pemikiran diatas, maka timbul kebutuhan untuk mencari suatu
cara yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mengingatkan dan memanggil
orang-orang untuk sholat tepat pada waktunya tiba. Ada banyak pemikiran yang
diusulkan. Ada sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu sholat tiba, maka
segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan
mudah melihat ketempat itu, atau setidak-tidaknya asapnya bisa dilihat orang
walaupun ia berada ditempat yang jauh. Ada yang menyarankan untuk membunyikan
lonceng. Ada juga yang mengusulkan untuk meniup tanduk kambing. Pendeknya ada
banyak saran yang timbul.
Saran-saran
diatas memang cukup representatif. Tapi banyak sahabat juga yang kurang setuju
bahkan ada yang terang-terangan menolaknya. Alasannya sederhana saja : itu
adalah cara-cara lama yang biasanya telah dipraktekkan oleh kaum Yahudi.
Rupanya banyak sahabat yang mengkhawatirkan image yang bisa timbul bila
cara-cara dari kaum kafir digunakan. Maka disepakatilah untuk mencari cara-cara
lain.
Lantas,
ada usul dari Umar r.a jikalau ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai
pemanggil kaum Muslim untuk sholat pada setiap masuknya waktu sholat. Saran ini
agaknya bisa diterima oleh semua orang, Rasulullah SAW juga menyetujuinya.
Sekarang yang menjadi persoalan bagaimana itu bisa dilakukan ? Abu Dawud
mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid r.a meriwayatkan sbb : "Ketika cara
memanggil kaum muslimin untuk sholat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku
aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku
dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual
lonceng itu. Jika memang begitu aku memintanya untuk menjual kepadaku saja.
Orang tersebut malah bertanya," Untuk apa ?
Aku menjawabnya,"Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan sholat."
Orang itu berkata lagi,"Maukah kau kuajari cara yang lebih baik ?"
Dan aku menjawab " Ya !"
Lalu dia berkata lagi, dan kali ini dengan suara yang amat lantang ," Allahu Akbar,…Allahu Akbar….."
Orang tersebut malah bertanya," Untuk apa ?
Aku menjawabnya,"Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan sholat."
Orang itu berkata lagi,"Maukah kau kuajari cara yang lebih baik ?"
Dan aku menjawab " Ya !"
Lalu dia berkata lagi, dan kali ini dengan suara yang amat lantang ," Allahu Akbar,…Allahu Akbar….."
Ketika
esoknya aku bangun, aku menemui Rasulullah SAW dan menceritakan perihal mimpi
itu kepada beliau. Dan beliau berkata,"Itu mimpi yang sebetulnya nyata.
Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu.
Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat
lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal."
Rupanya,
mimpi serupa dialami pula oleh Umar r.a, ia juga menceritakannya kepada
Rasulullah SAW . Nabi SAW bersyukur kepada Allah SWT atas semua ini.
Oleh
:
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar